Pembagian Hati Manusia
Oleh : Al Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah
Karena ada hati yang disifati hidup
dan sebaliknya maka keadaan hati dapat dikelompokkan menjadi tiga macam.
Pertama, hati yang sehat yaitu hati yang bersih yang seorang pun tak akan bisa
selamat pada Hari Kiamat kecuali jika dia datang kepada Allah dengannya,
sebagaimana firman Allah,
"(Yaitu) di hari harta dan
anak-anak laki-laki tiada lagi berguna, kecuali orang-orang yang menghadap
Allah dengan hati yang bersih." (Asy-Syuara: 88-89).
Disebut qalbun salim (hati yang
bersih, sehat) karena sifat bersih dan sehat telah menyatu dengan hatinya,
sebagaimana kata Al-Alim, Al-Qadir (Yang Maha Mengetahui, Mahakuasa). Di
samping, ia juga merupakan lawan dari sakit dan aib.
Orang-orang berbeda pendapat tentang
makna qalbun salim. Sedang
yang merangkum berbagai pendapat itu
ialah yang mengatakan qalbun salim yaitu hati yang bersih dan selamat dari
berbagai syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah, bersih dan selamat
dari berbagai syubhat yang bertentangan dengan berita-Nya. Ia selamat dari
melakukan penghambaan kepada selain-Nya, selamat dari pemutusan hukum oleh
selain Rasul-Nya, bersih dalam mencintai Allah dan dalam berhukum kepada
Rasul-Nya, bersih dalam ketakutan dan berpengharapan pada-Nya, dalam bertawakal
kepada-Nya, dalam kembali kepada-Nya, dalam menghinakan diri di hadapan-Nya,
dalam mengutamakan mencari ridha-Nya di segala keadaan dan dalam menjauhi dari kemungkaran
karena apa pun. Dan inilah hakikat penghambaan (ubudiyah) yang tidak boleh
ditujukan kecuali kepada Allah semata.
Jadi, qalbun salim adalah hati yang
selamat dari menjadikan sekutu
untuk Allah dengan alasan apa pun.
la hanya mengikhlaskan penghambaan dan ibadah kepada Allah semata, baik dalam
kehendak, cinta, tawakal, inabah (kembali), merendahkan diri, khasyyah (takut),
raja’(pengharapan), dan ia mengikhlaskan amalnya untuk Allah
semata. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena Allah. Jika ia membenci maka
ia membenci karena Allah. Jika ia memberi maka ia memberi karena Allah.
Jika ia menolak maka ia menolak
karena Allah. Dan ini tidak cukup
kecuali ia harus selamat dari
ketundukan serta berhukum kepada selain Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Ia harus mengikat hatinya kuat-kuat dengan beliau untuk mengikuti
dan tunduk dengannya semata, tidak kepada ucapan atau perbuatan siapa pun juga;
baik itu ucapan hati, yang berupa kepercayaan; ucapan lisan, yaitu berita
tentang apa yang ada di dalam hati; perbuatan hati, yaitu keinginan, cinta dan
kebencian serta hal lain yang berkaitan dengannya; perbuatan anggota badan,
sehingga dialah yang menjadi hakim bagi dirinya dalam segala hal, dalam
masalah besar maupun yang sepele. Dia adalah apa yang dibawa oleh Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam, sehingga tidak mendahuluinya, baik dalam
kepercayaan, ucapan maupun perbuatan, sebagaimana firman Allah,
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mendahului Allah
dan Rasul-Nya." (Al-Hujurat:
1).
Artinya, janganlah engkau berkata
sebelum ia mengatakannya, ja-
nganlah berbuat sebelum dia
memerintahkannya. Sebagian orang salaf berkata, "Tidaklah suatu perbuatan
-betapa pun kecilnya- kecuali akan dihadapkan pada dua pertanyaan: Kenapa dan
bagaimana?" Maksudnya, mengapa engkau melakukannya dan bagaimana kamu
melakukannya? Soal pertama menanyakan tentang sebab perbuatan, motivasi atau
yang mendorongnya; apakah ia bertujuan jangka pendek untuk kepentingan
pelakunya, bertujuan duniawi semata untuk mendapatkan pujian orang atau takut
celaan mereka, agar dicintai atau tidak dibenci ataukah motivasi perbuatan
tersebut untuk melakukan hak ubudiyah (penghambaan), mencari kecintaan dan
kedekatan kepada Tuhan Subhanahu wa Taala dan mendapatkan wasilah
(kedekatan) dengan-Nya.
Inti pertanyaan yang pertama adalah
apakah kamu melaksanakan
perbuatan itu untuk Tuhanmu atau
engkau melaksanakannya untuk kepentingan dan hawa nafsumu sendiri? Sedang
pertanyaan yang kedua merupakan pertanyaan tentang mu tabaah
(mengikuti) Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallant dalam soal ibadah tersebut.
Dengan kata lain, apakah perbuatan itu termasuk yang disyariatkan kepadamu
melalui lisan Rasul-Ku atau ia merupakan amalan yang tidak Aku syariatkan dan
tidak Aku ridhai? Yang pertama merupakan pertanyaan tentang keikhlasan dan yang
kedua pertanyaan tentang mutabaah kepada Rasul Shallallahu Alaihi
wa Sallam, karena sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amalan pun kecuali
dengan syarat keduanya.
Jalan untuk membebaskan diri dari
pertanyaan pertama adalah
dengan memurnikan keikhlasan dan
jalan untuk membebaskan diri dari pertanyaan kedua yaitu dengan merealisasikan
mutabaah, selamatnya hati dari keinginan yang menentang ikhlas dan
hawa nafsu yang menentang mutabaah. Inilah hakikat keselamatan hati
yang menjamin keselamatan dan kebahagiaan.
Tipe hati yang kedua yaitu hati yang
mati, yang tidak ada kehidupan di dalamnya. Ia tidak mengetahui Tuhannya, tidak
menyembah-Nya sesuai dengan perintah yang dicintai dan diridhai-Nya. Ia bahkan
selalu menuruti keinginan nafsu dan kelezatan dirinya, meskipun dengan begitu
ia akan dimurkai dan dibenci Allah. Ia tidak mempedulikan semuanya, asalkan
mendapat bagian dan keinginannya, Tuhannya rela atau murka.
Ia menghamba kepada selain Allah;
dalam cinta, takut, harap, ridha dan benci, pengagungan dan kehinaan. Jika ia
mencintai maka ia mencintai karena hawa nafsunya. Jika ia membenci maka ia
membenci karena hawa nafsunya. Jika ia memberi maka ia memberi karena hawa
nafsunya. Jika ia menolak maka ia menolak karena hawa nafsunya. Ia lebih
mengutamakan dan mencintai hawa nafsunya daripada keridhaan Tuhannya.
Hawa nafsu adalah pemimpinnya, syahwat
adalah komandannya, kebodohan adalah sopirnya, kelalaian adalah kendaraannya.
Ia terbuai dengan pikiran untuk mendapatkan tujuan-tujuan duniawi, mabuk oleh
hawa nafsu dan kesenangan dini. Ia dipanggil kepada Allah dan ke kampung
akhirat dari tempat kejauhan. Ia tidak mempedulikan orang yang memberi nasihat,
sebaliknya mengikuti setiap langkah dan keinginan syetan. Dunia terkadang
membuatnya benci dan terkadang membuatnya senang. Hawa nafsu membuatnya tuli
dan buta selain dari kebatilan. Keberadaannya di dunia sama seperti
gambaran yang dikatakan kepada Laila, "Ia musuh bagi orang yang pulang dan
kedamaian bagi para penghuninya. Siapa yang dekat dengan Laila tentu ia akan
mencintai dan mendekati."
Maka membaur dengan orang yang
memiliki hati semacam ini adalah penyakit, bergaul dengannya adalah racun dan
menemaninya adalah kehancuran.
Tipe hati yang ketiga adalah
hati yang hidup tetapi cacat. Ia memiliki dua materi yang saling tarik-menarik.
Ketika ia memenangkan per-tarungan itu maka di dalamnya terdapat kecintaan
kepada Allah, keiman-an, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya, itulah materi
kehidupan. Di dalamnya juga terdapat kecintaan kepada nafsu, keinginan dan
usaha keras untuk mendapatkannya, dengki, takabur, bangga diri, kecintaan
berkuasa dan membuat kerusakan di bumi, itulah materi yang menghancurkan dan
membinasakannya. Ia diuji oleh dua penyeru: Yang satu menyeru kepada Allah dan
Rasul-Nya serta hari akhirat, sedang yang lain menyeru kepada kenikmatan
sesaat. Dan ia akan memenuhi salah satu di antara yang paling dekat pintu dan
letaknya dengan dirinya.
Hati yang pertama selalu tawadhu’,
lemah lembut dan sadar, hati yang kedua adalah kering dan mati, sedang hati
yang ketiga hati yang sakit; ia bisa lebih dekat pada keselamatan dan bisa pula
lebih dekat pada kehancuran.
Allah menjelaskan ketiga jenis hati
itu dalam firman-Nya,
“Dan Kami
tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi,
melainkan apabila dia mempunyai sesuatu keinginan, syetan pun memasukkan
godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan
oleh syetan itu dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui
lagi Mahabijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syetan itu,
sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang
kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan
yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa
Al-Qur’an itulah yang haq dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati
mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi
orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (Al-Hajj: 52-54).
Dalam ayat ini Allah membagi hati
menjadi tiga macam: Dua hati terkena fitnah dan satu hati yang selamat. Dua
hati yang terkena fitnah adalah hati yang di dalamnya ada penyakit dan hati
yang keras (mati), sedang yang selamat adalah hati orang Mukmin yang
merendahkan dirinya kepada Tuhannya, dialah hati yang merasa tenang dengan-Nya,
tunduk, berserah diri serta taat kepada-Nya.
Yang demikian itu karena hati dan
anggota tubuh lainnya diharapkan agar selamat dan tidak ada penyakit di
dalamnya, dan melaksanakan tujuan dari penciptaannya. Adapun penyimpangannya
dari jalan lurus mungkin karena ia kering dan keras serta tidak melaksanakan
apa yang semestinya diinginkan daripadanya. Seperti tangan yang putus, hidung
yang bindeng, dzakar yang impoten dan mata yang tak bisa melihat sesuatu. Atau
karena terdapat penyakit dan kerusakan yang mengha-langinya melakukan pekerjaan
secara sempurna dan berada dalam ke-benaran. Oleh sebab itu, hati terbagi
menjadi tiga macam:
Pertama: Hati yang sehat dan selamat, yaitu
hati yang selalu mene-rima, mencintai dan mendahulukan kebenaran.
Pengetahuannya tentang kebenaran benar-benar sempurna, juga selalu taat dan
menerima se-penuhnya.
Kedua: Hati yang keras, yaitu hati yang
tidak menerima dan taat pada kebenaran.
Ketiga: Hati yang sakit, jika penyakitnya
sedang kambuh maka hati-nya menjadi keras dan mati, dan jika ia mengalahkan
penyakit hatinya maka hatinya menjadi sehat dan selamat.
Apa yang diperdengarkan oleh syetan
dari kata-kata dan yang dibisik-kannya dari berbagai keragu-raguan dan syubhat
adalah merupakan fitnah terhadap dua hati tersebut. Adapun hati yang hidup dan
sehat maka dia tetap tegar. Ia selalu menolak berbagai ajakan syetan itu. Ia
membenci dan mengutuknya. Ia mengetahui bahwa kebenaran adalah yang sebaliknya.
Ia tunduk pada kebenaran, merasa tenang dengannya dan mengikutinya. la
mengetahui kebatilan apa yang dibisikkan syetan. Karena itu iman dan
kecintaannya pada kebenaran semakin bertambah, sebaliknya ia semakin
mengingkari dan membenci kebatilan. Hati yang terfitnah dengan bisikan-bisikan
syetan akan terus berada dalam ke-raguan, sedang hati yang selamat dan sehat
tak pernah terpengaruh dengan apa pun yang dibisikkan syetan.
Hudzaifah bin Al-Yamani Radhiyallahu
Anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Fitnah-fitnah
itu menempel ke dalam hati seperti tikar (yang di-anyam), sebatang-sebatang.
Hati siapa yang mencintainya, niscaya timbul noktah hitam dalam hatinya. Dan
hati siapa yang mengingkarinya, niscaya timbul noktah putih di dalamnya,
sehingga menjadi dua hati (yang berbeda). (Yang satunya hati) hitam legam
seperti cangkir yang terbalik, tidak mengetahui kebaikan, tidak pula
mengingkari kemungkaran, kecuali yang dicintai oleh hawa nafsunya. (Yang satunya
hati) putih, tak ada fitnah yang membahayakannya selama masih ada langit dan
bumi.” (Diriwayatkan Muslim).
Beliau Shallallahu Alaihi wa
Sallam menyamakan hati yang sedikit demi sedikit terkena fitnah dengan
anyaman-anyaman tikar, yakni ke-kuatan yang merajutnya sedikit demi sedikit.
Beliau membagi hati dalam menyikapi fitnah menjadi dua macam: Pertama, hati
yang bila dihadapkan dengan fitnah serta merta mencintainya, seperti bunga
karang menyerap air, sehingga timbullah noktah hitam di dalamnya. Demikianlah,
ia terus menyerap setiap fitnah yang dihadapkan pada-nya, sampai hatinya
menjadi hitam legam dan terbalik. Inilah makna sabda beliau “cangkir yang
terbalik”. Jika hati telah hitam legam dan terbalik maka ia akan dihadapkan
pada dua bencana dan penyakit yang membahayakannya serta melemparkannya pada
kebinasaan. Pertama, ia memandang sesuatu yang baik sama dengan sesuatu
yang buruk. Ia menjadi tidak tahu mana yang baik, tidak pula mengingkari
kemungkaran. Bahkan mungkin karena sangat kronisnya penyakit ini, sehingga ia
mempercayai bahwa yang baik itulah yang mungkar dan yang mung-kar. itulah yang
baik, yang haq adalah batil dan yang batil adalah haq. Kedua, ia
menjadikan hawa nafsu sebagai pedoman apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam, ia senantiasa tunduk dan mengikuti hawa nafsunya.
Kedua, hati putih yang memancarkan
cahaya iman, di dalamnya terdapat pelita yang menerangi. Jika fitnah dihadapkan
padanya ia mengingkari dan menolaknya, sehingga hatinya pun menjadi semakin
bercahaya, memancarkan sinar dan semakin kokoh.
Fitnah-fitnah yang menimpa hati itulah
penyebab timbulnya penyakit hati. Di antara fitnah-fitnah itu adalah fitnah
syahwat dan syubhat, fitnah kesalahan dan kesesatan, fitnah maksiat dan bid’ah,
fitnah kezaliman dan fitnah kebodohan. Fitnah-fitnah yang pertama mengakibatkan
rusaknya tujuan dan keinginan, sedang fitnah-fitnah kedua mengakibat-kan
rusaknya ilmu dan i’tiqad (kepercayaan).
Para sahabat Radhiyallahu Anhum membagi
hati menjadi empat macam. Demikian seperti disebutkan dalam riwayat yang shahih
dari Hudzaifah bin Al-Yaman, “Hati itu ada empat macam: Pertama, hati
murni yang di dalamnya ada pelita yang menyala, itulah hati orang Mukmin. Kedua,
hati yang tertutup, itulah hati orang kafir. Ketiga, hati yang
terbalik, itulah hati orang munafik, ia mengetahui (kebenaran) tetapi
mengingkarinya, ia melihat tetapi membuta. Dan terakhir hati yang terdiri dari
dua materi: Iman dan kemunafikan, mana yang menang dalam pergulatan itulah yang
menguasai.
Adapun yang dimaksud dengan hati
murni yaitu hati yang bebas dari selain Allah dan Rasul-Nya. Ia bebas dan
selamat dari selain kebenaran. Di dalamnya ada pelita yang menyala. Itulah
pelita iman. Disebut murni karena ia selamat dari berbagai syubhat batil dan
syahwat sesat, juga karena di dalamnya ia memperoleh pelita yang menyinarinya
de-ngan cahaya ilmu dan iman. Hati orang kafir disebut sebagai hati yang
tertutup karena hati itu ada di dalam sampul dan penutup, sehingga tidak ada
cahaya ilmu dan iman yang sampai padanya, sebagaimana firman Allah mengisahkan
tentang orang-orang Yahudi,
“Mereka
berkata, ‘Hati kami tertutup’.” (Al-Baqarah:
88).
Penutup itu Allah letakkan di atas hati
mereka sebagai siksaan karena penolakan mereka terhadap kebenaran dan
kecongkakan mereka sehingga tak mau menerima kebenaran. Ia adalah hati yang
mati, pendengaran yang tuli, penglihatan yang buta. Dan semua itu adalah
dinding yang menutupinya dari penglihatan.
“Dan bila
kamu membaca Al-Qur’an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang
tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup dan Kami
adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka agar mereka
tidak dapat memahaminya.” (Al-Isra’:
45-46).
Bila disebutkan pengesaan tauhid dan
pengesaan mutaba’ah (ketaatan) maka orang-orang yang memiliki hati ini
akan segera lari menjauhinya.
Hati orang munafik disebut sebagai
hati yang terbalik, sebagaimana firman Allah,
“Maka mengapa
kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik,
padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran disebabkan oleh usaha
mereka sendiri.” (An-Nisa’:
88).
Maksudnya Allah membalikkan dan
mengembalikan mereka pada kebatilan yang dahulu mereka berada di dalamnya,
disebabkan oleh usaha dan perbuatan mereka yang salah. Inilah sejahat-jahat dan
seburuk-buruk hati. la mempercayai bahwa yang batil adalah benar dan setia
kepada para pengikut kebatilan. Sebaliknya, ia mempercayai bahwa yang haq
itulah yang batil dan memusuhi orang-orang yang mengikuti kebenaran. Wallahul
musta’an (hanya kepada Allah kita memohon perto-longan).
Hati yang di dalamnya terdapat dua
materi adalah hati yang imannya belum mantap dan pelitanya belum menyala. Ia
belum memurnikan dirinya untuk kebenaran yang karenanya Allah mengutus para
rasul. Ia adalah hati yang berisi materi kebenaran dan hal yang sebaliknya.
Terkadang ia lebih dekat dengan kekafiran daripada dengan keimanan. Dan pada
kali lain, ia bisa lebih dekat dengan keimanan daripada dengan kekafiran.
Karena itu, ia akan dikuasai oleh yang memenangkan pergulatan antara keduanya.
Somaga Kita Semua Diberi Hati yg Selamat..... Amiin.
Barokallahu fiykum
0 komentar:
Posting Komentar