“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (Yusuf: 53).
“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (perbuatan dirinya sendiri).” (Al-Qiyamah: 2).

Ini adalah bab terpenting dan paling bermanfaat di antara bab-bab buku ini. Orang-orang  ahli suluk atau ahli Filsafat tidak memperhatikannya sebagaimana perhatian mereka terhadap aib dan keburukan nafsu.Dalam bab tersebut mereka sangat mendalaminya, tetapi tidak dalam bab ini.
Orang yang merenungkan Al-Qur’an dan As-Sunnah tentu akan mendapatkan bahwa penyebutan keduanya terhadap masalah syetan, tipu daya dan untuk memeranginya lebih banyak daripada penyebutan-nya kepada masalah nafsu. Nafsu madzmumah (yang buruk dan jahat) disebutkan dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (Yusuf: 53).
Nafsu lawwamah (yang suka mencela) disebutkan dalam firman-Nya,
“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (Al-Qiyamah: 2).

Demikian juga nafsu madzmumah disebutkan dalam firman-Nya,
“Dan (ia) menahan diri dari keinginan hawa nafsunya.” (An-Nazi’at: 40).
Adapun masalah syetan, ia disebutkan dalam banyak tempat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Peringatan Tuhan kepada hamba-Nya dari godaan dan tipu daya syetan lebih banyak daripada peringatan-Nya dari nafsu, dan itulah kelaziman yang sebenarnya. Sebab kejahatan dan rusaknya nafsu adalah karena godaannya. Maka godaan syetan itulah yang menjadi poros dan sumber kejahatan atau ketaatannya.
Allah memerintahkan hamba-Nya agar berlindung dari syetan saat membaca Al-Qur’an atau lainnya. Dan ini adalah karena betapa sangat diperlukannya berlindung diri dari syetan. Sebaliknya, Allah tidak memerintahkan, meski dalam satu ayat, agar kita berlindung dari nafsu.
Berlindung dari kejahatan nafsu hanya kita dapatkan dalam Khuthbatul Hajah dalam sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
“Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan nafsu kami dan dari keburukan-keburukan perbuatan kami.”
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menghimpun isti’adzah (permohonan perlindungan) dari kedua hal tersebut (syetan dan nafsu) dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, “Bahwasanya Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu berkata, Wahai Rasulullah! Ajarilah aku sesuatu yang harus kukatakan jika aku berada pada pagi dan petang hari’ Beliau meniawab. ‘Katakanlah. “Ya Allah Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Pencipta segenap langit dan bumi, Tuhan dan pemilik segala sesuatu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan nafsuku dan dari kejahatan syetan serta sekutunya, (aku berlindung kepada-Mu) dari melakukan kejahatan terhadap nafsuku atau aku lakukannya kepada seorang Muslim.” Katakanlah hal ini jika engkau berada pada pagi dan petang hari dan saat engkau akan tidur. (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia men-shahih-kannya, Abu Daud, Ad-Darimi dengan sanad shahih).
Hadits di atas mengandung isti’adzah dari semua kejahatan, sebab-sebab serta tujuannya. Dan bahwa semua kejahatan itu tak akan keluar dari nafsu atau syetan. Adapun tujuannya, ia bisa kembali kepada yang melakukannya atau kepada saudaranya sesama Muslim. Jadi hadits di atas menjelaskan dua sumber kejahatan yang dari keduanya semua kejahatan berasal dan menjelaskan dua macam tujuan kejahatan itu menimpa..



Penyakit hati itu ada dua macam: Pertama, orang yang bersangkutan seketika itu tidak merasakan sakit apa-apa, dan inilah jenis penyakit terdahulu, seperti: Penyakit kebodohan, penyakit syubhat dan keraguan serta penyakit syahwat. Penyakit hati ini adalah jenis penyakit yang paling besar, tetapi karena hati telah rusak maka ia tidak merasakan sakit apa-apa. Sebab mabuk kebodohan dan hawa nafsu telah menghalanginya dari mengetahui penyakit. Jika tidak, tentu ia akan merasakannya, sebab penyakit itu ada pada dirinya. Tetapi ia tidak mempedulikannya karena sibuk dengan hal lain yang tak ada sangkut pautnya dengan masalah yang ia hadapi. Inilah jenis penyakit hati yang paling berbahaya dan paling sulit. Yang bisa melakukan pengobatannya hanyalah para rasul dan pengikutnya, merekalah dokter-dokter dari jenis penyakit ini.

Kedua, penyakit hati yang menimbulkan sakit seketika, seperti: Sedih, gundah, resah dan marah. Penyakit ini terkadang bisa hilang dengan obat-obat alamiah. Seperti dengan menghilangkan sebab-sebabnya, atau mengobatinya dengan sesuatu yang berlawanan dengan sebab-sebab yang dimaksud atau dengan sesuatu yang bisa menyehatkannya. Dan, sebagaimana hati terkadang merasa sakit dengan sakit yang dirasakan oleh badan, demikian pula badan, ia sering merasa sakit dengan sakit yang dirasakan oleh hati, ia menjadi malang karena kemalangan yang dirasakan oleh hati.

Beberapa penyakit hati yang bisa dihilangkan dengan obat-obat alamiah adalah termasuk jenis penyakit badan. Dan hal itu terkadang tidak menjadi faktor satu-satunya yang menyebabkannya celaka atau disiksa setelah ia mati. Adapun penyakit-penyakit hati yang tidak bisa sembuh kecuali dengan obat imaniyah Nabawiyah maka itulah yang menjadi faktor penentu bagi kecelakaan dan siksa kekal, jika ia tidak mendapatkan obat-obat yang merupakan lawan daripadanya. Jika ia menggunakan obat-obatan itu maka penyakitnya akan sembuh. Karena itu dikatakan, "Ia telah sembuh dari marahnya." Bila musuh hati sedang menguasai maka hal itu akan menyakitkannya dan bila ia sadar daripadanya maka hatinya akan sembuh. Allah befirman,

"Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman dan menghilangkan kemarahan orang-orang  Mukmin. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya."
(At-Taubah: 14-15).

Allah memerintahkan agar mereka memerangi musuh-musuh mereka, dan Dia memberitahukan bahwa di dalamnya ada enam manfaat.

Marah adalah menyakitkan hati, obatnya dengan meredakan kemarahan itu, jika ia mengobatinya dengan yang haq, niscaya ia akan sembuh, tetapi jika ia mengobatinya dengan kezaliman dan kebatilan maka penyakit itu akan semakin bertambah, sedang dia menyangka bahwa hal itu akan menyembuhkannya. Ia laksana orang yang mengobati penyakit rindu dengan melakukan maksiat bersama orang yang dirindukannya, padahal itu akan menambah penyakitnya, akan timbul penyakit lain yang lebih sulit dari sekedar rindu. Hal ini insya Allah akan kita bahas kemudian secara rinci. Kegundahan, kegelisahan dan kesedihan juga merupakan penyakit-penyakit hati, dan untuk mengobatinya yaitu dengan mencarikan hal yang berlawanan dengannya yakni kesenangan dan kegembiraan. Jika hal itu ia obati dengan haq maka had akan menjadi sembuh dan sehat dari penyakitnya. Dan jika diobati dengan yang batil niscaya penyakit itu akan tetap bersembunyi dan menyelinap, ia akan tetap ada bahkan menyebabkan penyakit-penyakit lain yang lebih sulit dan lebih berbahaya.

Demikian pula kebodohan, ia adalah penyakit yang menyakitkan hati, dan di antara manusia ada yang mengobatinya dengan ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat, sedang dia mempercayai bahwa dengan ilmu-ilmu tersebut maka penyakitnya telah hilang. Padahal yang sesungguhnya, hal itu hanya malah menambah penyakit lain atas penyakitnya, tetapi hati tidak mau mempedulikan sakit yang dikandungnya, disebabkan oleh kebodohannya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat, yang ia merupakan syarat bagi kesehatan dan kesembuhannya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang orang-orang yang berfatwa dengan kebodohannya, sehingga menjerumuskan orang-orang yang meminta fatwa padanya, beliau bersabda,

"Mereka membunuh orang tersebut, semoga Allah membunuh mereka, mengapa mereka tidak bertanya saat mereka tidak mengerti? Sesungguhnya sembuhnya penyakit adalah dengan bertanya. "*)

Demikian pula dengan orang yang ragu dan bingung, hatinya akan merasa sakit sampai ia mendapatkan ilmu dan keyakinan. Dan karena keraguan membuat hati menjadi panas maka kepada orang yang mendapatkan keyakinan dikatakan, hatinya sejuk, keyakinan membuatnya sejuk. Juga seseorang akan merasa sempit dengan kebodohan dan ketersesatannya dari jalan kebenaran. Sebaliknya, akan merasa lapang dengan petunjuk dan ilmu.

Allah befirman,

"Siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscayaDia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seakan-akan ia sedang mendaki ke langit." (Al-An’am: 125).

Pembahasan mengenai sesak dada, sebab dan pengobatannya insya Allah akan kita kaji kemudian.
Maksudnya, di antara penyakit hati ada yang hilang dengan obat-obatan alamiah, tetapi ada pula di antaranya yang tidak dapat hilang kecuali dengan obat-obatan syariat dan iman. Dan hati memiliki kehidupan dan kematian, sakit dan sehat, dan itulah sesuatu yang paling agung yang dimiliki oleh badan.

Ighatsatul Lahfan – Ibnul Qoyyim Al Jauziyah

*) Abu Daud dan Daruquthni meriwayatkan dari Jabir, ia berkata, "Kami keluar dalam suatu perjalanan, lalu seorang dari kami tertimpuk batu sehingga ia terluka kepalanya, kemudian ia mimpi basah, lalu ia bertanya kepada para sahabatnya, "Apakah kalian mendapatkan rukhshah untukku sehingga aku bertayamum?" Mereka menjawab, "Kami tidak mendapatkan rukhshah untukmu, sedangkan engkau bisa menggunakan air." Orang itu lalu mandi dan kemudian meninggal. Ketika kami menghadap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, kepada beliau dikisahkan peristiwa tersebut. Maka beliau bersabda, "Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka. Mengapa mereka tidak bertanya saat mereka tidak menge-tahui?" (Lihat Muntaqal Akhbar, 1/161, no.452).

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2013.SeoWaps SEO Tutorial. Powered by Blogger
Top