" Islam Sama Dengan Syiah, Benarkah? "
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
Hingga kini, Syiah masih dipahami oleh masyarakat awam sebagai “mazhab
kelima” dalam Islam. Artinya, Syiah dianggap sekadar beda fikih dengan
keumuman masyarakat muslim lainnya. Apalagi, Syiah acap menampilkan diri
sebagai pembela ahlul bait, sebuah wajah yang terlihat “mulia”.
Muncullah anggapan bahwa perbedaan Syiah dan Sunni (Ahlus Sunnah) adalah
“sekadar” pembela dan bukan pembela Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhu.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika masih saja
muncul pembelaan yang dilakukan sebagian masyarakat terhadap Syiah. Di
kalangan elite Islam, malah gencar ajakan untuk menyatukan Sunni (baca:
Islam) dengan Syiah. Jika orang-orang yang masih punya semangat terhadap
Islam mau lebih dalam menyelami agama bentukan Yahudi ini, niscaya dia
akan menentang keras Syiah. Membincangkan Syiah bukanlah semata soal
kekhalifahan Ali. Bukan pula sesederhana bahwa Syiah melakukan kultus
individu kepada Ali. Terlalu dangkal jika kita beranggapan seperti itu.
Syiah demikian sarat dengan ajaran menyimpang. Agama ini mengafirkan
hampir seluruh sahabat, menganggap istri-istri Rasulullah Subhanahu
wata’ala sebagai pelacur, menganggap imam-imam punya kedudukan tertinggi
yang tidak dicapai nabi/rasul dan malaikat yang terdekat, menganggap
imam-imam mereka sebagai pemilik dunia dan isinya, menganggap kenabian
Muhammad salah alamat karena Jibril berkhianat dan tidak memberikannya
kepada Ali radhiyallahu ‘anhu, serta sederet kesesatan lainnya. Itu
semua baru dari satu sisi. Jika mau berkaca dari sisi sejarah, Syiahlah
yang menjadi biang keladi pertumpahan darah di dalam Islam. Pembunuh
Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu adalah pemeluk agama Majusi yang
merupakan akar agama Syiah.
Pembantaian Utsman bin Affan
radhiyallahu ‘anhu, adalah hasil provokasi tokoh Yahudi pendiri Syiah,
Abdullah bin Saba’. Jatuhnya Daulah Abbasiah adalah hasil pengkhianatan
perdana menterinya yang Syiah, dan sebagainya. Demikian juga sekarang
ini, pembantaian muslimin di Yaman, Syria, bergolaknya suhu politik di
Timur Tengah, pembantaian minoritas Ahwaz di Iran yang Sunni, juga tak
lepas dari tangan Syiah yang berlumur darah.
Tidak cukupkah
sejarah menyuguhkan episode demi episode berdarah Syiah, untuk kemudian
kita “melek” terhadap Syiah? Orang-orang bisa tertipu dengan “heroisme”
Syiah (baca: Iran) dalam “melawan” hegemoni AS di panggung politik
dunia, tapi kami, Ahlus Sunnah tidak. Orang-orang bisa kagum dengan
pasukan Hizbullah (baca: Syiah) yang “melawan” tentara pendudukan
Israel, tapi kami tidak. Semua berita politik itu tak lebih hasil
goreng-menggoreng penguasa opini dunia, Yahudi. Bagaimana pun, Syiah
satu rahim dengan Yahudi. Yahudi akan sangat senang ada tangan (yang
dianggap) Islam yang selalu menjadi duri dalam daging dalam tubuh Islam.
Walau Syiah terpecah menjadi beberapa sekte, namun mayoritasnya adalah
sekte Imamiyah atau Rafidhah, yang sejak dahulu hingga kini berjuang
keras untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Dengan segala cara,
kelompok ini terusmenerus menebarkan berbagai macam
kesesatannya—termasuk nikah mut’ah yang dijadikan daya tarik.
Lebih-lebih kini didukung Iran, Irak, dan Syria yang kendali politiknya
berada di tangan mereka—Syiah Rafidhah. Oleh karena itu, jangan
teriak-teriak toleransi jika tidak tahu Syiah sama sekali, jangan
teriak-teriak kebebasan beragama dan berkeyakinan jika kita tidak paham
agama “made in Yahudi” ini, jangan sok teriak persatuan dan ukhuwah jika
itu hanya demi simpati berbuah kursi. Toleransi ada tempatnya. Namun,
faktanya, tidak ada tempat untuk toleransi dengan Syiah.
والسلام عليكم ورحمة الله و بركاته
Majalah asysyariah.
Top
0 komentar:
Posting Komentar